Selasa, 07 Juni 2016

Manajemen Pinjaman Proyek



Manajemen Keuangan Publik
Bab 6: Manajemen Pinjaman Proyek
Pinjaman luar negeri terbagi menjadi pinjaman program/tunai dan pinjaman proyek/kegiatan. Pinjaman proyek sendiri memiliki beberapa bentuk, antara lain:
1.        Dari sisi sumber dana: a) Pinjaman multilateral; b) Pinjaman bilateral; dan c) Pinjaman sindikasi.
2.        Dari sisi persyaratan dana:
a.    Pinjaman lunak/ concessional loan.
Pinjaman ini memiliki jangka waktu pengembalian 25 tahun, masa tenggang pembayaran pokok pinjaman 7-10 tahun, tingkat bunga pinjaman berkisar 2%-3% dan ada unsur hibah sebesar  25%.
b.    Pinjaman semilunak/ semi- concessional loan.
·      Fasilitas Kredit Ekspor
·      Purchase installment sale agreement (PISA).
c.    Pinjaman komersial.
Pinjaman ini memiliki persyaratan berdasarkan kondisi pasar, dalam bentuk tunai, memiliki termin pengembalian yang lebih singkat, dan suku bunga yang lebih tingi. Pertimbangan pemerintah dalam menerima pinjaman: keterpaksaan misalnya sebagai balas jasa atas pinjaman lunak atau semilunak yang sudah diterima sebelumnya, jumlah pinjaman besar dan waktu pengurusan relatif singkat, dan fleksibilitas penggunaan dana.
Motivasi pinjaman proyek: motivasi bagi pendonor (kepentingan politik, alasan militer, alasan ekonomi, alasan moral, dan alasan lainnya) dan motivasi negara penerima donor (alasan praktis dan konseptual yang bersifat ekonomis dan alasan politik). Pertimbangan dalam penyusunan proyek yang didanai oleh hibah/pinjaman dari luar negeri, antara lain: kebutuhan impor tidak bisa dipenuhi produsen dalam negeri, proyek yang didanai memperbesar kapasitas nasional, dan peningkatan kemampuan produsen dalam negeri. Permasalahan Pengelolaan Pinjaman Proyek: negatif net transfer, increasing debt service to government expenditure, high borrowing cost, low absorptive capacity, dan koordinasi antarlembaga tidak terpadu. Strategi pemerintah untuk meningkatkan pengelolaan pinjaman proyek: strategi fokus, strategi penetapan batas maksimum utang dan pembayaran utang, dan strategi integrated debt management office.
Prosedur Pinjaman Proyek
1.        Pengajuan usulan proyek yang dibiayai pinjaman luar negeri
2.        Penetapan pledge pinjaman melalui perundingan bilateral
3.        Penandatangan loan agreement antara pemerintah RI dan kreditur
4.        Alokasi pinjaman dan kontrak pelaksanaan proyek oleh Kemenkeu dan Bappenas
5.        Penerusan pinjaman kepada Pemda, BUMN, atau BUMD

Sumber: Halim, Abdul. 2014. Manajemen Keuangan Sektor Publik: Problematika Penerimaan Dan Pengeluaran Pemerintah (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah). Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Surat Utang Negara


Manajemen Sektor Publik
Bab 5: Surat Utang Negara
Sejak tahun anggaran 2000, Pemerintah RI menerapkan anggaran defisit. Salah satu cara mengatasi defisit anggaran negara yaitu dengan menerbitkan Surat Utang Negara (SUN)[1]. Pengelolaan SUN dalam UU 24/2002 dijelaskan bahwa penerbitan SUN hanya dimaksudkan untuk tujuan-tujuan tertentu, penerbitannya berdasarkan persetujuan DPR dan dikonsultasikan dengan BI pada setiap tahun anggaran. Pasal 4 UU 24/2002 menyebutkan SUN diterbitkan untuk: a) Membiayai defisit APBN; b) Menutupi kekurangan kas jangka pendek akibat ketidaksesuaian antara arus kas penerimaan dan pengeluaran dari rekening kas negara dalam satu tahun anggaran; c) Mengelola portofolio uang negara.
Peranan SUN dianggap strategis, karena menghasilkan tingkat keuntungan (yield) bebas dari risiko. SUN mampu mengurangi ketergantungan negara pada pembiayaan luar negeri, mengurangi kerugian akibat berbagai risiko keuangan dalam portfolio utang negara, menggali sumber pembiayaan APBN dari investor pasar modal (instrumen fiskal), memperkuat stabilitas dan acuan penentuan nilai instrument keuangan lain (instrumen pasar keuangan), serta menyediakan alternatif investasi bebas risiko dan diversifikasi portfolio bagi investor (instrumen investasi). UU 24/2002 mengklasifikasikan SUN dalam dua bentuk klasifikasi yaitu berdasarkan ada tidaknya warkat[2] serta diperdagangkan atau tidaknya SUN di pasar sekunder. SUN, menurut pasal 3 UU 24/2002, terdiri dari: Surat Perbendaharaan Negara (jangka waktu hingga dua belas bulan, pembayaran bunga secara diskonto) dan Obligasi negara (jangka waktu lebih dari duabelas bulan, kupon dan/atau pembayaran bunga secara diskonto/bunga).

Surat Berharga Negara dapat dipisahkan ke dalam beberapa jenis, antara lain :


1.         Obligasi berbunga tetap
2.        Obligasi Ritel Indonesia (ORI)[3]
3.        Obligasi tanpa bunga
4.        Obligasi berbunga mengambang

  
5.         Surat Perbendaharaan Negara
6.        Surat Utang Pemerintah kepada BI
7.        Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)
8.        Surat berharga negara berdenominasi valuta asing
Surat berharga negara (SBN) memiliki peranan penting dalam pemenuhan target pembiayaan dan merupakan salah satu pembiayaan nonperbankan dalam negeri. Pemerintah menerbitkan SBN berdenominasi rupiah di pasar domestik dan valuta asing di pasar internasional (sebagai benchmark atas obligasi Indonesia berdenominasi dolar AS). Utang dari penerbitan SBN dapat berbentuk tunai atau terkait kegiatan/proyek, mata uang rupiah/asing, tingkat bunga tetap/mengambang dengan jangka waktu yang bervariasi (pendek-panjang) dan metode pembayaran pokok dengan bullet payment[4]. Utang/pinjaman luar negeri perbedaannya dengan SUN yaitu memiliki jangka waktu menengah-panjang dan metode pembayaran pokoknya dengan amortisasi/cicilan. Faktor meningkatnya pendanaan SBN karena kebijakan memprioritaskan pendanaan dari pembiayaan domestik dan mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri serta kebutuhan pembiayaan kembali dan reprofilling[5] utang.
SUN, dari sisi pemerintah, mengandung beberapa risiko, antara lain: 1) Risiko kesinambungan fiskal; 2) Risiko nilai tukar; 3) Risiko perubahan tingkat bunga; 4) Risiko pembiayaan kembali; dan 5) Risiko operasional. Usaha untuk memperkecil risiko tersebut antara lain: 1) Peninjauan terhadap price discovery atau mekanisme dan metode penentuan nilai pasar wajar; 2) Perbaikan edukasi calon investor bersama dengan self regulatory organization; dan 3) Perbaikan master repo agreement[6].

Sumber: Halim, Abdul. 2014. Manajemen Keuangan Sektor Publik: Problematika Penerimaan Dan Pengeluaran Pemerintah (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah). Jakarta: Penerbit Salemba Empat.


[1] UU No 24 Tahun 2002: surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara RI, sesuai dengan masa berlakunya.
[2] Surat berharga yang kepemilikiannya berupa sertifikat-atas-nama (nama pemiliknya dicantumkan) atau sertifikat-atas-unjuk (nama pemiliknya tidak dicantumkan).
[3] Obligasi ini merupakan obligasi negara yang dijual kepada individu WNI melalui agen penjual di pasar perdana dan salah satu upaya strategi pengelolaan utang negara.
[4] Pembayaran kembali cicilan pokok pinjaman dalam sekali pembayaran pada saat berakhirnya pinjaman.
[5] Program penawaran pertukaran untuk menata ulang struktur jatuh tempo obligasi agar menyeimbangkan dan mengurangi tekanan fiskal di masa datang.
[6] aturan baku terhadap transaksi yang terdapat di bursa.