Manajemen Sektor Publik
Bab 5: Surat Utang
Negara
Sejak tahun anggaran 2000, Pemerintah RI menerapkan anggaran defisit. Salah
satu cara mengatasi defisit anggaran negara yaitu dengan menerbitkan Surat Utang Negara (SUN)[1]. Pengelolaan SUN dalam UU
24/2002 dijelaskan
bahwa penerbitan
SUN hanya dimaksudkan untuk tujuan-tujuan tertentu, penerbitannya berdasarkan persetujuan DPR dan dikonsultasikan dengan BI pada setiap tahun
anggaran. Pasal 4 UU 24/2002 menyebutkan SUN diterbitkan untuk: a) Membiayai
defisit APBN; b) Menutupi kekurangan kas jangka pendek akibat
ketidaksesuaian antara arus kas penerimaan dan pengeluaran dari rekening kas
negara dalam satu tahun anggaran; c) Mengelola
portofolio uang negara.
Peranan SUN
dianggap strategis, karena menghasilkan
tingkat keuntungan (yield)
bebas dari risiko. SUN mampu mengurangi
ketergantungan negara pada pembiayaan luar negeri, mengurangi kerugian akibat berbagai risiko keuangan dalam portfolio
utang negara, menggali
sumber pembiayaan APBN dari investor pasar modal (instrumen fiskal), memperkuat stabilitas dan acuan penentuan nilai
instrument keuangan lain (instrumen pasar keuangan), serta menyediakan
alternatif investasi bebas risiko dan diversifikasi portfolio bagi investor
(instrumen investasi). UU 24/2002 mengklasifikasikan SUN dalam dua bentuk klasifikasi yaitu berdasarkan ada
tidaknya warkat[2] serta diperdagangkan atau tidaknya SUN di pasar sekunder. SUN, menurut
pasal 3 UU 24/2002, terdiri dari: Surat Perbendaharaan Negara (jangka waktu hingga dua belas
bulan, pembayaran bunga secara diskonto) dan Obligasi negara (jangka
waktu lebih dari duabelas bulan, kupon dan/atau pembayaran bunga secara diskonto/bunga).
Surat Berharga Negara dapat dipisahkan ke dalam beberapa jenis, antara lain :
Surat Berharga Negara dapat dipisahkan ke dalam beberapa jenis, antara lain :
1.
Obligasi
berbunga tetap
3.
Obligasi
tanpa bunga
4.
Obligasi
berbunga mengambang
5.
Surat
Perbendaharaan Negara
6.
Surat
Utang Pemerintah kepada BI
7.
Surat
Berharga Syariah Negara (SBSN)
8.
Surat
berharga negara berdenominasi valuta asing
|
Surat
berharga negara (SBN) memiliki
peranan penting dalam pemenuhan target pembiayaan dan merupakan salah satu pembiayaan nonperbankan dalam negeri. Pemerintah menerbitkan
SBN berdenominasi rupiah di pasar domestik dan valuta
asing di pasar internasional (sebagai benchmark
atas obligasi Indonesia berdenominasi dolar AS). Utang dari penerbitan SBN dapat berbentuk tunai atau
terkait kegiatan/proyek, mata uang rupiah/asing, tingkat bunga tetap/mengambang
dengan
jangka waktu yang bervariasi (pendek-panjang) dan
metode pembayaran pokok dengan bullet
payment[4]. Utang/pinjaman luar negeri perbedaannya dengan SUN yaitu memiliki jangka
waktu menengah-panjang dan metode pembayaran
pokoknya dengan amortisasi/cicilan.
Faktor meningkatnya pendanaan SBN karena kebijakan memprioritaskan pendanaan dari
pembiayaan domestik dan mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri serta kebutuhan pembiayaan kembali dan reprofilling[5]
utang.
SUN, dari sisi pemerintah, mengandung beberapa risiko, antara
lain: 1) Risiko
kesinambungan fiskal; 2) Risiko nilai
tukar; 3) Risiko perubahan tingkat bunga; 4) Risiko pembiayaan kembali; dan 5) Risiko
operasional. Usaha untuk memperkecil risiko tersebut antara lain: 1) Peninjauan terhadap price discovery atau mekanisme dan
metode penentuan
nilai pasar wajar; 2) Perbaikan edukasi calon
investor bersama dengan self regulatory organization; dan 3) Perbaikan master repo
agreement[6].
Sumber: Halim, Abdul. 2014. Manajemen Keuangan Sektor Publik: Problematika Penerimaan Dan
Pengeluaran Pemerintah (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah). Jakarta:
Penerbit Salemba Empat.
[1] UU No 24
Tahun 2002: surat
berharga yang berupa
surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah
maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara
RI, sesuai dengan
masa berlakunya.
[2] Surat berharga yang kepemilikiannya
berupa sertifikat-atas-nama (nama pemiliknya dicantumkan)
atau sertifikat-atas-unjuk
(nama pemiliknya tidak
dicantumkan).
[3]
Obligasi ini
merupakan obligasi negara yang dijual kepada individu WNI melalui agen penjual
di pasar perdana dan salah satu upaya strategi pengelolaan utang negara.
[4] Pembayaran
kembali cicilan pokok pinjaman dalam sekali pembayaran pada saat berakhirnya pinjaman.
[5] Program penawaran pertukaran untuk menata
ulang struktur jatuh tempo obligasi agar menyeimbangkan dan mengurangi tekanan fiskal di masa datang.
0 komentar:
Posting Komentar