Jumat, 29 Juni 2018

Belajar Cinta

oleh: Devi Ayu Mustikoweni

4 Oktober 2015- Sleman, Yogyakarta
Cinta adalah satu kata yang tak pernah bisa benar-benar aku pahami. Aku pun tak pernah mengetahui ketika dan apakah aku memang mencintai makhluk-Nya. Cinta kepada-Nya. Tiba-tiba aku takut. Sangat takut tak mampu mencintai-Nya dengan sempurna. Jika aku merasakan hal yang berbeda, apakah itu cinta? Lalu, sudahkah aku mencintai-Nya melebihi kecintaanku pada dunia? Pada makhluk-Nya? Jika itu cinta, jika kekagumanku pada makhluk-Nya adalah cinta, mampukah aku mencinta-Nya dengan sempurna?
Serasa bersembunyi di ujung dunia. Serasa berusaha masuk ke dalam relung terjauh. Bersembunyi tanpa ada yang mengetahui dan tak ingin ada yang mengetahui. Sembunyi dari kenyataan bahwa setiap energi dari tubuhku serasa menghilang ketika aku melihat makhluk-Nya. Lagi-lagi aku merasa takut, takut mengurangi cintaku pada-Nya. Mencintai-Nya adalah hal terindah ketika aku menyadari bahwa cinta pada-Nya adalah sebenar-benarnya cinta.
Terbayang olehku rangkaian prosesi ijab qobul yang pernah kulihat. Tetesan air mata bahagia dan kesedihan kala mempelai wanita mengucapkan rasa terima kasih kepada kedua orang tuanya. Saat itu ada seseorang yang baru dalam kehidupannya yaitu pasangan halalnya. Cinta yang halal telah tertulis dalam Kalam-Nya. Cinta yang suci dan Ia Ridhoi pula. Cinta yang Ia Lindungi dalam ikatan pernikahan.
Cinta itu yang ingin kuraih. Cinta itu yang kuyakini tidak akan membuatku menjauh dari-Nya. Cinta itu yang kuyakini halal. Cinta itu bukanlah cinta yang menjadi Murka-Nya. Cinta itu yang Ia Lindungi dengan setiap hak dan kewajiban yang ada untuk kedua makhluk-Nya yang berada dalam ikatan cinta suci.
Aku membuka catatan kecil dalam bukuku. Lagi-lagi anganku melayang pada sesosok bayangan yang tak kuingat dengan jelas. Sesosok inilah yang aku pikir, aku memiliki kecenderungan yang berbeda. Kecenderungan yang bisa jadi cinta atau mungkin yang lainnya. Begitu banyak orang mengartikan cinta yang ternyata adalah kesalahan hingga pada akhirnya menjadi benci. Satu hal teraneh adalah semakin aku menjauh dan tidak mengingatnya, semakin sosok bayangan itu melekat. Makhluk-Nya yang suaranya pun tak aku ingat. Sesosok yang hanya bagaikan kelebatan lilin yang lalu hilang.
Biarlah saat ini aku dan makhluk-Nya itu berjalan pada jalan yang berbeda. Biarlah aku menempuh dan mempersiapkan hingga mungkin jalan kami bertemu, ataupun berpisah. Biarlah aku selesaikan apa yang menjadi urusanku dan dia menyelesaikan urusannya. Jika nanti Dia menuliskan bahwa makhluk-Nya menjadi bagian dari takdirku toh kami akan bertemu juga setelah ijab kabul pada waktu yang telah Ia gariskan. Hanya satu pertanyaan yang menggelayuti hatiku. Jika Fatimah pernah jatuh cinta kepada Ali, bolehkah aku, pernah jatuh cinta pada makhluk-Nya?
Lagi-lagi aku teringat cintaku pada-Nya. Dia yang selalu dekat walau aku terkadang lupa. Dia yang selalu Memberi walau terkadang aku salah. Dia yang menuliskan semua cerita dengan begitu halusnya sehingga tidak ada seorang pun yang mampu menebak. Aku hanya ingin mencintai-Nya dengan sempurna, karena aku adalah salah satu dari milyaran makhluk-Nya yang sedang belajar arti cinta.
_________________________
24 Oktober 2015- Sleman, Yogyakarta
Semoga Allah SWT Memberikan jodoh terbaik untukmu, wahai sesosok makhluk yang tak terlalu kuingat namun melekat. Aku hanya berharap semoga kelak engkau mendapatkan pasangan yang mampu menambah rasa syukurmu pada-Nya.
Walaupun mungkin bukanlah aku, semoga pasanganmu adalah wanita terbaik yang mampu membuatmu tersenyum, wanita yang mampu membahagiakan dirimu dan menjadikan rumahmu laksana surga. Semoga Allah SWT Memberikan wanita sholihah sebagai pasangan dunia akhiratmu. Aamiin.

Aku menulis seuntai doa pada laptopku. Teringat kisah Ali ra. dan Fatimah ra. ketika Ali mengikhlaskan orang lain melamar Fatimah saat Ia belum berkesempatan menghalalkan cintanya. Teringat bahwa cinta itu berani menghalalkan atau berani mengikhlaskan. Kisah mereka memberikan inspirasi tersendiri untukku dalam memaknai arti cinta.
Pandanganku memang tak kan mampu menerobos waktu, namun doaku tentu mampu melakukannya jika Allah SWT Menghendaki. Semoga ia dianugerahi istri sholihah yang membersamainya di dunia dan akhirat kelak. Semoga Allah SWT selalu Memberikan Rahmat-Nya. Mungkinkah kau bertanya mengapa aku melakukan itu? Aku melakukan itu karena Allah SWT adalah sebaik-baiknya pelindung dan kepada-Nya lah aku menyerahkan cinta. Cinta yang kuserahkan bukanlah tentang dia yang merupakan makhluk-Nya tetapi tentang rasa cinta yang masih kucari maknanya.
Lagi-lagi aku berkata pada diriku. Aku ingin Mencintai-Nya dengan sempurna sehingga ketika menghalalkan belum menjadi jalan yang bisa kutempuh maka mengikhlaskan adalah jalan yang kupilih. Aku, masih belajar mencintai-Nya dengan sempurna. Masih terus berusaha memperbaiki diri dan memahami makna cinta. Cinta dan berbagai tingkatannya yang pasti tidak terbatas pada cinta dua anak manusia.

Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung. (QS. Ali Imron:173)

Dan aku menyerahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya (QS. Ghafir: 24)
_________________________
15 Januari 2016-Sleman, Yogyakarta
Sesungguhnya hati anak Adam lebih keras goncangannya dari pada ketel yang didalamnya terdapat air yang mendidih (HR Ahmad dan Hakim)

Cinta manusia, cinta yang semu. Cinta manusia seperti hati yang bisa berubah seketika lebih dari air dalam ketel yang mendidih. Cinta manusia yang abadi adalah ketika cinta itu karena-Nya. Cinta pada-Nya adalah sebenar-benarnya cinta. Cara terbaik melabuhkan cinta adalah menunggu seseorang datang ke rumahmu, bertemu dengan orang tuamu dan meminta ijinnya untuk membawamu dengan cara yang halal. Cara yang halal? Ya, cara yang dibenarkan dalam Islam. Jika dia tidak menjemputmu dengan benar, mungkinkah dia menjagamu dengan benar?
Cinta. Seumur hidupku tentu aku akan terus belajar tentang cinta. Setelah dilahirkan, aku belajar mencintai kedua orang tuaku, keluargaku. Setelah mengenal teman dan sahabat tentu aku pun belajar mencintai mereka. Melihat alam yang indah dengan segala macam keindahan di dalamnya, MasyaAllah, tentu aku mencintainya. Kelak, ketika aku ditakdirkan untuk menikah lalu mempunyai keturunan, tentu aku juga harus mencintai keluarga kecilku.
Hingga hari ini, aku masih terus belajar. Semakin lama berfikir tentang cinta, semakin banyak cinta yang akan kau temukan dalam hidupmu. Aku tidak akan berhenti belajar mencintai dan memahami makna cinta. Mengapa? Kau tahu kan? Aku belajar mencintai-Nya dengan sempura. Dia adalah Sang Maha yang telah Memberikan segalanya. Jika aku ingin mencintai-Nya, Yang Maha Besar, Yang Maha Kuasa, dan Sang Pencipta dunia yang begitu luas ini, dengan cinta yang sempurna, maka pelajaran itu tidak akan habis. Pelajaran itu sebanyak apa yang telah Ia Ciptakan. Belajar mencintai-Nya adalah belajar mencintai semua-Nya karena Dia, sehingga tak ada cinta yang melebihi cinta kepada-Nya.

Katakanlah (wahai Muhammad kepada umatmu): Jika kalian benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa kalian. (QS. Ali Imron:31)

0 komentar:

Posting Komentar